Jakarta Rancangan Undang-undang Perguruan Tinggi (RUU PT) sedang dibahas dan akan disahkan DPR dalam waktu dekat. Namun RUU ini dianggap tidak memihak rakyat miskin dan akan membuat biaya kuliah makin tak terjangkau.
"RUU PT jelas melepas tanggung jawab pemerintah. Kental dengan nuansa privatisasi. Padahal seharusnya DPR menjawab kesulitan masyarakat memperoleh hak pendidikan tinggi dengan aturan yang merakyat," kata anggota Komisi Nasional Pendidikan, Alghifari Aqsa, saat diskusi di Kantor LBH Jakarta, Jl Diponegoro, Jakarta, Minggu (25/3/2012).
Komisi Nasional Pendidikan adalah gabungan beberapa LSM dan organisasi kampus. Beberapa organisasi tersebut di antaranya LBH Jakarta, LBH Pendidikan, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Forum Mahasiswa Pendidikan, BEM UI, dan BEM UNJ.
Alghifari menilai RUU PT tidak jauh berbeda dengan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi tahun 2010. Menurutnya, RUU PT kental dengan nuansa privatisasi perguruan tinggi yang memungkinkan biaya pendidikan tinggi makin mahal.
"Privatisasi tersebut jelas terlihat dalam ketentuan yang membagi PT menjadi tiga jenis, yaitu otonom, semi-otonom, dan otonom terbatas," jelasnya.
Otonomisasi, Alghifari menjelaskan, memungkinkan perguruan tinggi mengatur pendanaannya secara mandiri. Berdasarkan pengalaman penerapan BHP pada beberapa universitas negeri beberapa waktu lalu, kemandirian tersebut menyebabkan perguruan tinggi menetapkan biaya pendidikan yang sangat tinggi.
Dari segi perundang-undangan, ia juga menilai RUU PT tidak diperlukan. Pasalnya, pengaturan tentang pendidikan sudah termuat dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
"Dengan demikian RUU ini bertentangan dengan ketentuan lainnya," imbuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar